Adang Daradjatun
Terlahir dari keluarga yang berkecukupan, entah dari mana sebuah cita-cita untuk menjadi polisi itu muncul. Dalam usianya yang ke lima puluh tujuh, postur tubuhnya tegap dan perutnya datar, wajahnya pun nyaris tanpa kerutan. Tentu semua ini tidak datang tiba-tiba, melainkan hasil olah tubuh sejak remaja.
Disiplin adalah kata kunci yang sudah melekat pada Adang Daradjatun. Hati dan pikirannya sudah bulat. Dia harus bisa membuktikan impiannya sejak remaja untuk masuk dan menyelesaikan pendidikan di AKABRI, agar nantinya bisa menjadi seorang perwira, dan bukan sekedar impian kosong.
Langkah yang membawanya menjadi Wakapolri saat ini bukanlah tanpa beban. Sejak awal ayahnya menentang cita-citanya tersebut, sehingga beliau sempat harus meminta bantuan ibunda demi izin ayahnya. Sempitnya asrama polisi yang harus menampung istri serta seorang anaknya dalam membangun pendewasaan jiwanya, jarak yang membentang saat harus berdinas jauh dari keluarga, desas desus yang membanding-bandingkan serta mengaitkan karier sang istri dengan beliau, sampai "penghuni istana"-nya yang kerap kali merasa tidak puas karena tidak pernah diperkenankan mencicipi fasilitas yang bisa diperoleh dari kedudukannya, semua dilaluinya dengan keteguhan hati, ketegaran sikap, visi ke depan, yang diyakininya akan mengantarnya pada kesuksesan.
Tiga puluh empat tahun (1972-2006) bukanlah waktu yang pendek untuk dilaluinya dan menorehkan aneka coretan dalam benaknya. Ada yang memandangnya sebagai seorang perwira yang santun, ada pula yang terkesan dengan karakternya yang pendiam, atau mungkin beberapa mengaguminya sebagai polisi yang tegas sekaligus pandai bernyanyi, namun ia memandang segala sesuatu yang diraihnya sebagai anugrah Allah semata.
1971-1975 Inspektur dinas (Pertama kali dinas di lingkungan POLRI)
Mengawali karirnya menjadi perwira di tahun 1972. Ia ingin mengubah citra polisi. Bintara-bintara saat itu yang akrab dengan kekerasan dan kurang memiliki konsep pelayanan, menjadi obsesinya. "Jadilah polri yang simpatik," begitulah keinginannya, paling tidak tinggalkan 'kebiasaan lama'. Tahun 1973 ia menjadi Kepala Seksi Pengawas Keselamatan Negara, di mana ia membangun jaring-jaring intelijen dengan tujuan mampu memberikan masukan atau perkiraan intelijen pada pimpinan, pada kesempatan pertama. Dua tahun kemudian, ia menjadi Kepala Seksi Sabhara, dan membangun patroli 'bersinggungan'dengan polsek-polsek samping.
1976 Ajudan Menhankam / PANGAB
Pada tahun 1976. ia ditunjuk menjadi ajudan Menhankam/Pangab. Pada saat bertugas di sinilah ia meluaskan cara berpikirnya menjadi lebih ke hal-hal makro. la juga banyak menimba pengalaman dari para seniornya. Selesai bertugas sebagai ajudan, ia menimba ilmu kepolisian lebih dalam melalui PTIK (Perguruan Tinggi llmu Kepolisian). Di sinilah kelihatan kesanggupannya untuk memimpin teman-temannya. Hal ini terwujud dalam Senat, karena ia terpilih sebagai Ketua Senat.
1978 Kapolsek Kebayoran Lama dan 1983 Kepala Sub. Analisa dan Evaluasi Asrena POLDA METRO
Pada tahun 1978 ia berada di Kebayoran Lama, menduduki jabatan sebagai Kapolsek. Di situlah ia berprinsip 'tiada hari tanpa bertemu masyarakat' yang betul-betul dijalaninya. Kemitraan dengan anggota masyarakat benar-benar terwujud, antara lain bersama Bapak Gobang, dengan danahanyaRp 1. 900. 000,- berhasil membangun Pos Polisi Pasar Kebayoran Lama. Juga dibangun sistem keamanan lingkungan elit (Pondok Indah/Permata Hijau) melalui 'jaring informasi cepat' dari perumahan ke Pos Polisi Pondok Indah. Selanjutnya ia berada di Polda Metro Jaya, sebagai Kepala Sub Analisa dari Evaluasi Asisten Perencanaan (1983). Sebagai organisasi yang baru saja dilahirkan, bisa diibaratkan hanya tersedia kursi dan meja. Namun organisasi tersebut berjalan dengan baik.
1985-1986 Siswa Sekolah staf dan pimpinan polri (sespimpol) di Lembang-Bandung
Lembang, Bandung menjadi pijakan berikutnya ketika pada tahun 1985-1986 ia menjadi siswa Sespimpol (Sekolah Staf dan Pimpinan Polri). Di lembaga pendidikan tertinggi Polri ini, wawasannya juga bertambah luas. Kajian-kajian strategis tentang keamanan diterapkannya ketika ia menduduki Kepala Biro Sosial Politik-Budaya di Direktorat Intel. Mate Polri (1986), seperti perkiraan ancaman keamanan di tiga wilayah (Aceh, Maluku dan Irian Jaya). Pada jabatan ini, ia juga sempat mempelajari 'counter intelijen' di Taiwan.
1989 Kepala Satuan Pengamanan Senjata Api dan Bahan Peledak Polda Metro Jaya
Pada 1989 sebagai Kepala Satuan Pengamanan senjata api dan bahan peledak Polda Metro Jaya, ia melakukan penertiban senjata api pribadi/berburu di wilayahnya. Juga menawarkan ide 'wisata buru' baik untuk wisman maupun wisatawan dalam negeri. Di tahun ini pula, ia ditunjuk menjadi Komandan Brigade Polisi pada hari Ulang tahun ABRI di Senayan. Sesuatu yang patut dibanggakan mengingat tidak semua perwira berkesernpatan mendapatkan tugas ini.
1990 Kepala Direktorat Intelijen / Pengamanan dan Kepala Pusat Pengendalian Operasi Polda Maluku
Maluku pernah juga dirambahnya, yaitu saat ia ditunjuk sebagai Kepala Direktorat Intelljen/Pengamanandan Kepala Pusat Pengendalian Operasi Polda Maluku (1990), dimana ia mernbangun jaring-jaring intelijen di daerah tersebut. Tak dilupakan kemitraan dengan masyarakat melalui Persatuan Olahgara Selam/Scubadiver Bhayangkara Maluku. (Saat itu Maluku masih sangat 'manise'). Dan ia sadar bahwa Indonesia begitu luas dan indah dengan berbagai latarbelakang yang berbeda-beda.
1991 Wakil Sub Direktorat Pengawasan Senjata Api dan Bahan Peledak Mabes POLRI dan 1992 Tenaga Pendidik di PTIK
Kembali dari Maluku, ia menjadi Wakil Sub Direktorat Pengawasan Senjata Api dan Bahan Peledak di Mabes Polri, dan melakukan penertiban perizinan senjata api dan bahan peledak, juga penertiban gudang-gudang bahan-bahan peledak di proyek-proyek yang mempergunakan bahan peledak. (1991) Satu tahun berikutnya, keterampilannya 'menularkan ilmu' dipraktikkannya di PTIK. Juga bersama-sama dengan perwira-perwira dari Angkatan Darat. Laut dan Udara membuka wawasan baru. Ia juga sempat mengikuti kajian pertahanan dan keamanan di Thailand.
1994 Perwira pembantu pada asisten perencanaan dan anggaran POLRI, bidang perencanaan, program dan anggaran
Karirnya terus melaju dan pada 1994 ia menjadi Perwira Pembantu pada Asisten Perencanaan dan Anggaran Polri, bidang Perencanaan, Program dan Anggaran. Di sinilah ia menerapkan bagaimana rnembuat suatu perencanaan dan program sesuai anggaran/rupiah yang tersedia, di seluruh satuan polri., tingkat Mabes dan Polda. Juga mengubah paradigma agar anggaran tidak lebih besar di Mabes, melainkan harus lebih besar di satuan wilayah/operasional karena banyaknya tantangan yang dihadapi. Juga mengubah kebiasaan agar anggaran yang besar dapat diperoleh, perlu datang ke pejabat di bidang anggaran. Tentu pada awalnya banyak yang tidak senang, namun akhirnya jalan pikiran seperti ini dapat diterima. Sama juga dengan kebiasaannya untuk mengadakan apel pada jam 07.00 pagi yang awalnya sulit diikuti, pada akhirnya dapat menjadi kebiasaan.
1997 Asisten Perencanaan dan Anggaran KAPOLRI (Asrena)
Setelah kepiawaiannya dalam hal anggaran cukup terasa, pada 1997 ia diangkat menjadi Wakil Asisten Perencanaan dan Anggaran Polri. Di tahun ini juga ia dilantik menjadi Brigadir Jenderal. Karirnya terus meroket karena pada tahun yang sama ia dilantik menjadi Mayor Jenderal dan menjadi Asrena (Asisten Perencanaan dan Anggaran Kapolri). Kesempatan yang baik untuk mengubah paradigma perencanaan dan anggaran di seluruh jajaran Polri, dan agar seluruh asisten perencanaan dan anggaran Polda/Satuan Wilayah mengetahui pagu anggarannya karena sebelum itu yang tahu hanya staff tertentu di perencanaan dan anggaran Mabes Polri.
Saat menduduki jabatan di atas, ia dipanggil Kapolri saat itu (Jenderal Polisi Drs.Dibyo Widodo) untuk menyiapkan konsep reformasi Polri, bersamaan dengan mulai tumbuhnya gerakan reformasi di mana-mana. Maka bersama perwira tinggi 1 Polri yang lain, antara lain, MayJen Pol. Achwil Loetan, MayJen Pol. Bibit S.Riyarito, Brigjen. Pol Farouk Mohammed Saleh dan beberapa perwira menengah lainnya, segera membentuk Tim Reformasi Polri. Dan kemudian, sejalan dengan makin bergulirnya arus reformasi, segera dibentuk Kelompok Kerja Mabes ABRI yang terdiri dari perwira tinggi Polri danTNl (Darat, Laut, Udara) antara lain MayJen Agus Wirahadikusumah (alm], LetJen TNI Agus Widjojo. Tanggal 1 Oktober 1998 terbitlah suatu kajian yang berjudul "Reaktualisasi Kedudukan. Fungsi dan Peran Polri".
Setelah kajian-kajian tersebut diterima oleh pimpian ABRI saat itu, proses reformasi di tubuh Polri terus dimantapkan. Asrena Kapolri MayJen Pol. Drs Adang Daradjatun diperintahkan oleh Kapolri (saat itu) Jenderal Pol. Drs. Roesmanhadi SH, agar membuat program reformasi Polri. Bersama tim kecil antara lain, Brigjen. Pol Syafriadi, Brigjen Pol. Drs. Eddy Susilo, KomBes Pol. Drs. Zaini dan beberapa perwira Polri lain, dibuatlah "Buku Biru Polri" yang berjudul "Reformasi Menuju Polri Yang Profesional".
Proses pembuatan buku biru tersebut menemui banyak tantangan. Oleh karena itu tim kecil membuat 'tim gabungan' dengan melibatkan para pakar, antara lain Prof. Satjipto Rahardjo, Prof. Sahetapy, Prof. Awaloedin Djamin dan para pakar dari perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Akhirnya menjelang 1 Juli 1999, buku reformasi Polri berhasil dibuat di SespimPol dan dituntaskan di Hotel Gunung Putri, Lembang Bandung. Hal paling mendasar dari buku tersebut adalah Polri harus segera merubah paradigma di bidang instrumen, struktur dan kultur.
2000 Dipindahkan dari Kapolda JawaBarat menjadi Widya Iswara Utama/guru di Sekolah Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Tinggi Polri (SESPATI)
Tahun 2000 ia menjadi Kapolda Jawa Barat dan mengedepankan program-program yang menjadi prioritas: sistem keamanan lingkungan di wilayah pabrik (sangat banyak jumlah pabrik di Jawa Barat). Sistem keamanan masyarakat (community policing), sistem keamanan di kampus, penyelesaian masalah santet dan penyelesaian masalah latihan oleh kelompok masyarakat tertentu di wilayah Bogor.
2001 Koordinator staf ahli KAPOLR1 (KOORSAHLI)
Dari Bandung, ia kemudian menjadi Widya Iswara Utama (pengajar) di Sekolah Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Tinggi Polri (Sespati). Untuk pertama kali Sespati dibuka dan ia menyiapkan kurikulum bagi calon-calon pimpinan Polri, bersama staf Lembaga Administarsi Negara (LAN), Sejak 2001 ia sebagai Koordinator Staf Ahli Kapolri (Korsahli), bersama beberapa penasehat Kapolri, yaitu: Jen.Pol (purn) Prof. Dr. Awaloedin Djamin MPA, Prof. Dr. Bachtiar Aly.MA, IrJen Pol. (purn) Drs.Ronny Lihawa MSi, Prof. Dr. Loebby Lukman SH.MH. Prof. Dr. Salim Said MA, lA .Ms, Prof. lndria Samego, MA, PhD, Drs. Adrianus Meliala, Fachry Ali MA, Irjen Pol. Drs Memo Kelana MSi, BrigJen Pol. (purn) Jeane Mandagi SH. Sampai saat ini terus dibuat kajian-kajian tentang Polri, terutama di bidang instrument, struktur dan kultur.
2002 Kepala Badan Pembinaan Keamanan POLRI (KABABINKAM)
Pada tahun 2002 ia menjabat Kababinkam (Kepala Badan Pembinaan Keamanan Polri) yang membawahi Direktorat Samapta, Lalu lintas, Polisi Perairan, Polisi Udara, Pengamanan Obyek Khusus. Yang perlu dicatat keberhasilan Babinkam adalah operasi Illegal logging, mining (pertambangan), fishing, yang berarti mengamankan kekayaan Negara yang begitu besar. Juga sukses dalam operasi pengaman Lebaran, Natal dan Tahun Baru. Bahkan pada pemilu 2004, KABABINKAM menjadi Kepala Pelaksana Penagamanan Pemilu 2004. Pemilu ini berjalan dengan sangat demokratis dan terlaksana dengan aman dan tertib. Juga pertama kali dibentuknya Satuan Tugas Pengamanan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.
2004 Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Tahun 2004, ia diangkat menjadi Wakapolri yang tugasnya lebih pada mengkoordinasikan seluruh kegiatan staf Mabes Polri. Pesan yang selalu disarnpaikan oleh Wakapolri kepada staf Mabes adalah "Jangan memberi beban pemikiran lagi kepada Kapolri yang beban tugasnya sudah terlalu banyak. Sebagai staf harus mampu menyajikan alternatif pemecahan masalah, beliau tinggal memilih mana yang terbaik."
Organisasi Sosial
Dedikasi dan disiplinnya ternyata membuat ia juga 'bergaung' di bidang olahraga. Maka pada Desember 2005, ia dipilih menjadi Ketua PABBSI (PersatuanAngkat Berat-Binaraga-Angkat Besi Seluruh Indonesia), yang pada Sea Games 2005 di Filipina membawa beberapa medali emas dan perak.
Ia juga dipercaya untuk memimpin sebuah organisasial Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) dan didaulat menjadi Ketua Umum. Di organisasi ini, Adang tidak henti-hentinya menyibukkan diri dengan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta menjadi pendonor dan menjadi penolong bagi sesama yang membutuhkan.
Eksistensinya tidak itu saja, ia juga diminta menjadi menangani organisasi kedaerahan bernama Badan Musyawarah Masyarakat Sunda (Bamus Sunda) dan dipilih menjadi Ketua Umum. Bamus Sunda kini menjadi organisasi yang cukup disegani karena kegiatan dan pengaruhnya dalam mempertahankan dan mengembangkan budaya Sunda dalam kancah zaman yang semakin beragam ini.
Ia juga membidani sebuah organisasi sosial masyarakat bernama Relawan Oranye. Dedikasi organisasi ini bertujuan untuk memberikan pertolongan dan pelayanan sosial, khususnya di DKI Jakarta dalam menangani musibah. Sampai saat ini, organisasi ini sudah puluhan kali membantu warga Jakarta dan menjadi yang pertama tiba di lokasi kejadian untuk mendata dan memberikan bantuan, seperti banjir, kebaran dan lain sebagainya.
Saat ini ia terpilih sebagai anggota Dewan Legislatif di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia periode 2009-2010 dari partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan mendapat suara terbanyak di daerah pemilihannya di Dapil 3 Jakarta : Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Ia berharap, keterwakilannya di DPR akan dapat memberikan kemampuan yang dimilikinya dan pengabdian secara lebih luas dan paripurna kepada masyarakat Indonesia.
Penghargaan
1. Satya Lencana Kesetiaan 24 Tahun
2. Satya Lencana Dwidya Sistha
3. Satya Lencana Karya Bhakti
4. Satya Lencana Ksatria Tamtama
5. Satya Lencana jana Utama
Sumber: www.adangdaradjatun.com
Posted by PROFILE TOKOH
on 17.22.
Filed under
Adang Daradjatun,
Nasional,
PKS
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0